Selasa, 30 April 2013

Keutamaan Mengingat "MATI"

Rasulullah SAW bersabda : "Sering-seringlah mengingat sesuatu yang merusak kelezatan-kelezatan." (HR. at-Tirmidzi)

Maksudnya, rusaklah berbagai kenikmatan dengan cara mengingat kematian, sehingga akan menghentikan atau mengurangi kecenderungan kita pada kenikmatan-kenikmatan dunia yang sifatnya sesaat, kemudian kita akan menjadi fokus menghadap Allah Ta'ala. Sehingga mengingat kematian akan membuat kita menjadi khusu' dalam beribadah kepada Allah Ta'ala.

Rasulullah SAW bersabda: "Seandainya binatang-binatang ternak tahu seperti yang diketahui oleh anak cucu Adam tentang maut, niscaya kalian tidak akan tega memakan yang sangat gemuk daripadanya." (HR. Baihaqi)

Aisyah ra. bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah ada orang yang akan dikumpulkan bersama para syuhada?", Beliau bersabda: "Ya, ada. Yaitu orang yang ingat mati sebanyak dua puluh kali sehari semalam."

Karena dengan ingat Mati secara fitrah akan memacu semangat untuk meningkatkan iman dan memperbanyak mengerjakan amal saleh dan akan mengikis dan menghilangkan rasa cinta dunia, akan memudarkan rasa cinta akan kekuasaan, jabatan, harta yang tidak akan dibawa MATI melainkan hanya membuat LALAI akan kewajiban hidup di dunia yaitu BERIBADAH.

Rasulullah SAW bersabda : "Kematian adalah hadiah yang sangat berharga bagi orang yang beriman."(HR. Ibnu Abu Dun-ya dan ath-Thabrani)

Dunia adalah PENJARA bagi orang yang beriman dan orang yang beriman harus menerima keadaan ini karena harus melatih diri untuk mengalahkan dan mengendalikan nafsu serta melawan godaan setan, godaan maksiat yang terlihat sangat menyenangkan namun tidak sadar kenikmatan itu hanya sesaat dibandingkan dengan SIKSAAN yang tidak dapat dibayangkan perihnya di akhirat kelak.

Rasulullah SAW bersabda : "Kematian adalah kaffarat (tebusan) bagi setiap muslim"


Atha' al-Khurasani meriwayatkan, "Pada suatu hari Rasulullah SAW melewati sekumpulan orang yang sedang tertawa keras-keras. Beliau bersabda, "Selingilah majelis kalian dengan mengingat sesuatu yang dapat merusak kenikmatan-kenikmatan."
Mereka pun bertanya, "Apa itu yang dapat merusak kenikmatan-kenikmatan?"
Beliau bersabda, "Kematian" (HR. Ibnu Abu Dun-ya)

Anas ra. berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Sering-seringlah mengingat kematian, karena sesungguhnya hal itu dapat menghapus dosa dan mengikis ambisi terhadap dunia." (HR. Ibnu Abu Dun-ya)

Rasulullah SAW bersabda, "Cukuplah kematian sebagai pemisah."
Rasulullah SAW bersabda, "Cukuplah kematian sebagai pemberi nasihat" (HR. ath-Thabrani dan al-Baihaqi)

Pada suatu hari Rasulullah SAW pergi ke masjid. Disana ada beberapa orang yang sedang berbicara dan tertawa-tawa. Beliau bersabda : "Ingatlah akan kematian. Demi Tuhan yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, kalau saja kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis." (HR. Ibnu Abu Dun-ya)

Suatu hari seorang sahabat disebut-sebut dan dipuji-puji oleh sahabat-sahabat yang lain di hadapan Rasulullah SAW. Mendengar itu beliau bertanya, "Bagaimana teman kalian itu mengingat kematian?" Mereka menjawab, "Kami hampir tidak pernah mendengar ia menyebut-nyebut tentang kematian." Beliau lalu bersabda, "Kalau begitu ia tidak seperti yang kalian duga."

Abdullah bin Umar ra. mengatakan, "Pada suatu hari aku menemui Nabi SAW yang sedang berada di tengah-tengah sepuluh orang sahabatnya. Seorang sahabat Anshar bertanya, "Siapa orang yang paling pintar dan paling mulia, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Orang yang paling banyak mengingat mati dan yang paling serius persiapannya dalam menghadapinya. Itulah orang-orang yang pintar. Mereka memperoleh kehormatan dunia dan kemuliaan akhirat." (HR. Ibnu Majah)

Dalam sebuah atsar disebutkan bahwa Al-Hasan al-Bashri mengatakan, "Kematian akan mengungkap aib-aib dunia, dan tidak menyisakan kegembiraan bagi orang yang mau berpikir."

Senin, 29 April 2013

Ingat Mati!!!


Rasulullah saw bersabda “Orang pintar adalah orang yang selalu memuliakan dirinya dan beramal demi kepentingan hidup sesudah mati.”

Perbanyaklah mengingat kematian dan merenungkannya, apa bekal yang sudah kita persiapkan untuk menghadapi kematian yang dapat datang secara tiba-tiba, sedangkan kita sedang dalam keadaan lalai.
“Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).” (al-anbiyaa’:1)

Sesungguhnya seseorang yang sudah tenggelam dengan kesenangan duniawi dan mencintai dunianya bahkan ia takut kehilangan dunianya, takut kehilangan hartanya, jabatannya, kekuasaannya maka hatinya akan lalai dan lupa dari mengingat kematian.
“Katakanlah: Sesungguhnya maut yang kalian lari darinya itu pasti akan mendapati kalian, lalu kalian semua akan dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui segala yang gaib dan yang nyata. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada kalian apa-apa yang telah kalian lakukan.”(al-Jumu’ah:8)

Manusia terbagi menjadi tiga golongan:
1.       Golongan yang tenggelam dalam urusan duniawi
2.       Golongan yang bertobat
3.       Golongan yan ‘arif
Golongan pertama merupakan golongan yang benar-benar mencintai dunianya, mengejar cita-cita dunia, banyak berangan-angan sehingga tidak akan ingat pada kematian. Apabila ingat mati, golongan ini akan mengingat kematian sambil meratapi dunia yang sudah ia kejar dan angan-angankan. Golongan ini akan semakin jauh dari Allah.
Golongan kedua akan banyak mengingat mati, sehingga dengan mengingat kematian akan membangkitkan rasa takut dan gentar di hatinya, sehingga akan menyempurnakan tobatnya. Golongan bertobat ini akan takut dengan datangnya kematian, tetapi takutnya ini disebabkan karena ia khawatir ketika kematian datang tobatnya belum sempurna, ia takut bekalnya belum cukup untuk kehidupan akhirat, sehingga ia takut mati bukan karena tidak suka bertemu dengan Allah melainkan ia takut ketika bertemu dengan Allah dalam keadaan lalai.
“Barangsiapa tidak suka bertemu dengan Allah, maka Allah pun tidak suka bertemu dengannya.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Golongan ketiga, merupakan golongan yang senantiasa mengingat kematian. Baginya kematian merupakan waktu untuk bertemu dengan Sang Kekasih yaitu Allah.
Menjelang kematian Hudzaifah al-Yamani mengatakan, “Sang Kekasih datang kepada orang yang papa. Dan tidaklah beruntung orang yang baru menyesal pada saat seperti itu. Ya Allah, jika Engkau tahu bahwa miskin lebih aku sukai daripada kaya, sakit lebih aku sukai daripada sehat dan mati lebih aku sukai daripada hidup, tolong mudahkanlah kematianku supaya aku bisa segera bertemu dengan-Mu.”

Namun golongan yang lebih tinggi derajatnya menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya ‘Ulumuddin yaitu orang yang menyerahkan urusannya kepada Allah Ta’ala, sehingga ia tidak memilih ingin tetap hidup atau segera mati untuk dirinya. Sebab, segala sesuatu yang paling ia sukai ialah apa yang disukai oleh Tuhannya. Golongan ini sudah meletakkan cinta dan kesetiannya yang mendalam pada maqam atau tingkat kesempurnaan tawakal dan ridha sebagai target akhir perjalanan hidupnya.